Seorang lelaki miskin mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasilnya yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi. Tetapi. Ia terkenal sebagi orang yang sabar.
Suatu waktu, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama, dia berhasil mengumpulkan sepikul besar kayu bakar. Ia memikulnya dipundaknya sambil berjalan menuju pasar. Setibanya di pasar, orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, “Minggir……… minggir! Kayu bakar mau lewat!.” Orang-orang pada minggir memberikan jalan, dan agar mereka tidak terkena ujung kayu.
Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapanya tanpa memperdulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget. Tak sempat menghindari. Akibatnya, ujung kayu bakarnya tersangkut di baju bangsawan dan merobeknya. Bangsawan itu marah-marah kepadanya, tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar. Tak puas dengan itu, ia kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.
Sesampai di hadapan hakim, orang kaya itu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya bersama si lelaki itu.
Hakim bertanya, “Mungkin ia tidak sengaja,”
Bangsawan itu membantah, sementara si lelaki itu hanya diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh si bangsawan, akhirnya hakim mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar.
Namun, setiap kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali. Ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak di jawab berlalu, sang hakim akhirnya berkata pada bangsawan itu, “Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatakanmu ketika di pasar tadi.”
Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata, “Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarkannya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!” dengan nada sedikit emosi.”pokoknya saya tetap minta ganti,”Lanjutnya.
Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, “Kalau engkau mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir? ”Jika sudah memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya.”
Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi boomerang baginya. Akibatnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu hanya dengan diam.