Di kalangan Bani Israil, ada seorang pemuda yang tampan dan sangat rajin beribadah bernama Diyab. Kesalehan dan ketaatan ibadahnya telah dikenal luas dan menjadi pembicaraan masyarakat. Ia tak pernah melupakan ibadah-ibadah wajibnya yang diperindah dengan ibadah sunah. Waktunya dihabiskan untuk memuji Allah swt. Dan mencari rahmat-Nya.
Suatu hari, sang Bunda yang telah lama tak berjumpa mendatangi rumah Diyab. Setelah mengucap salam, sang Bunda lantas memanggil Diyab.
“Diyab! Keluarlah dan temui bundamu ini, Nak!” seru sang Bunda.
Secara kebetulan Diyab baru saja memulai shalatnya. Mendengar panggilan sang Bunda, Diyab menjadi bimbang dan galau.
“Ya Allah, bagaimana ini? Mana yang aku dahulukan? Memenuhi panggilan Bunda atau meneruskan shalatku?”
Diyab akhirnya memilih meneruskan shalatnya. Ia mengabaikan panggilan ibunya. Karena Diyab tak kunjung keluar, sang Bunda lalu pulang dengan hati kecewa.
Keesokan harinya, saat Diyab tengah melaksanakan shalat Zuhur, ibunya kembali ke tempat Diyab dan memanggil-manggil nama anak kesayangannya itu. Diyab tetap pada pendiriannya. Memenuhi panggilan Allah Swt. Tentulah lebih penting daripada menjawab salam sang Bunda.
Dengan kerinduan yang memuncak di dadanya, sang Bunda kembali memanggil nama Diyab dan menyuruhnya keluar untuk segera menemuinya. Karena beberapa kali sang Bunda gagal menemui diyab, sang Bunda merasa sakit hati dan kecewa. Dalam kekesalannya, sang Bunda berdoa kepada Allah Swt.
“Ya Allah, ya Rabb, berilah pelajaran kepada Diyab. Sungguh terluka hati ini karena ia tak mau memenuhi panggilanku.”
Tak disangka-sangka, keesokan harinya, seorang wanita pelacur yang telah melahirkan seorang bayi berkata pada Bani Israel, “Bayi ini adalah hasil hubunganku dengan Diyab!”
Pengakuan wanita itu membuat heboh orang-orang Bani Israil. Mereka lalu mendatani Diyab, menangkapnya, dan merobohkan surau, tempat Diyab beribadah.
“Apa yang mendorong kalian berbuat seperti ini?” tanya Diyab terkaget-kaget.
“Kau telah berbuat zina dengan wanita pelacur ini hingga ia melahirkan bayimu!”
“Tunggu sebentar, izinkanlah aku mengerjakan shalat sejenak,” pinta Diyab.
Selesai mengerjakan shalat, Diyab menghampiri si bayi dan bertanya, “Hai, Nak, siapakah sebenarnya ayahmu?”
Tiba-tiba, bayi itu menjawab, “Aku adalah anak Fulan penggembala ternak itu.”
Mendengar keajaiban tersebut, orang-orang yang menyaksikan langsung menghampiri Diyab dan meminta maaf. Mereka berjanji akan kembali membangun surau untuknya dari bahan emas. Namun, Diyab menolak dan meminta agar surau kembali dibangun sebagaimana semula. Diyab lalu menemui sang Bunda dan meminta maaf padanya..
“Al-jannatu tahta aqdamil ummahat.” (Surga terletak di bawah kaki ibu.)