SULTAN HARUN AL-RASYID terbangun dengan badan pegal dan kepala pening. Beliau merasakan sekujur tubuhnya sakit. Keadaan ini telah berlangsung seminggu lamanya. Tempo hari Sultan Harun Al-Rasyid memanggil tabib istana untuk mengobatinya, tetapi hasilnya nihil. Sang tabib tak bias berbuat banyak. Hari ini Sultan memerintahkan pengawalna untuk mengadakan sayembara. Barang siapa bias mengobati penyakit sang Sultan maka ia berhak mendapatkan uang emas yang banyak.
Banyak orang yang ingin mengikuri sayembara karena hadiahnya sangat menggiurkan. Di antaranya si cerdik Abu Nawas. Sultan Harun Al-Rasyid heran melihat Abu Nawas mengikuti sayembara.
“Setahuku kau bukan seorang tabib. Kenapa kau mengikuti sayembara ini?” Tanya Sultan Harun Al-Rasyid.
“Benar, Baginda. Aku memang bukan seorang tabib,” jawab Abu Nawas.
“Memangnya kau bisa mengobati penyakitku ini?”
“Insya Allah hamba akan mencobanya, Baginda,” ucap Abu Nawas.
Baginda, menganggukkan kepalanya . setahunya Abu Nawas memang sangat cerdik. Kali ini cara apa lagi yang akan dipakainya? “Begini, Baginda,” jelas Abu Nawas. “ Apabila baginda segera sembuh. Baginda harus meminum telur unta dua kali sehari.” “Baiklah! Aku akan meminta pengawal-pengawalku untuk mencari telur unta ke seluruh pelosok negeri,” “Tidak, Baginda! Baginda tidak boleh menyuruh pengawal kerajaan untuk mencarinya, tetapi Baginda yang harus mencarinya sendiri.”
“Kalau begitu, aku akan mengikuti saranmu!” Sultan Harun Al-Rasyid bergegas bangkit dan berniat mencari telur unta. Keinginan sembuh nya sangat besar sehingga ia memaksakan untuk pergi ke pasar. Ia mendatangi seorang pedagang telur. Tentu saja pedagang tersebut terkejut bukan main. “Mana ada Telur unta? Setahu hamba, unta tidak bertelur tetapi beranak?” piker si pedagan dalam hati.
Karena merasa takut, si pedagang hanya menjawab seperlunya saja, “Maaf Baginda, hamba hanya menjual telur unggas saja.” Sultan Harun Al-Rasyid terus mencari telur unta. Mulai dari pelosok desa hingga ke kota. Namun, telur unta tetap tidak ditemukan. Sultan Harun Al-Rasyid kemudian memutuskan untuk pulang. “Besok aku akan kembali meneruskan perjalanan ini dan mencari telur tersebut.”
Di tengah perjalanan pulang. Sultan Harun Al-Rasyid bertemu seorang nenek. Ia kemudian bertanya kepada nenek tersebut, “Apakah nenek bisa menunjukkan seseorang yang kira-kira memiliki telur unta?” “Apa telur unta? Unta tidak bertelur, tetapi beranak!” jawab si nenek dengan tegas. Mendengar jawaban si nenek, Sultan Harun Al-Rasyid baru tersadar bahwa selama ini memang tidak ada unta yang bertelur melainkan beranak. “Terima kasih, Nek Kalau begitu, mari aku bantu membawa kayu bakar ini,” kata Sultan Harun Al-Rasyid sambil mengangkat seonggok kayu bakar milik si nenek.
Malam itu Sultan Harun Al-Rasyid memanggil Abu Nawas karena merasa dipermainkan. “Rupanya kau telah mempermainkan aku!” hardik sang Sultan ketika Abu Nawas telah menghadap ke istana. “Apa yang Baginda Maksud?” Tanya Abu nawas keheranan. “Kau menyuruhku mencari telur unta, padahal unta tak bertelur! Apa maksudmu?”
“Baginda, maafkan hamba. Memang tidak ada telur unta. Hamba mengatakan demikian agar Baginda mau menggerakkan anggota badan Baginda yang kaku dan sakti-sakitan karena tidak pernah melakukan pekerjaan berat. Kemarin setelah berjalan jauh dan menggendong kayu bakar yang demikian berat, bukankah Baginda tertidul pulas? Dan pagi ini penyakit baginda telah lenyap?” jelas Abu Nawas.
Sultan Harun Al-Rasid tersenyum, “Kau benar-benar cerdik, Abu Nawas! Memang benar penyakitku telah hilang!” Abu Nawas pun mendapat sejumlah koin emas yang banyak karena ia telah mempu menyembuhkan penyakit Sultan Harun Al-Rasyid.