Al-kisah, Ibnu Hajar al-Asqalani suatu hari pernah diusir gurunya karena tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya. Kegagalan demi kegagalan ia alami. Karena dianggap nalarnya tidak bisa mengikuti pelajaran, ia pun sering mendapat ejekan dan perlakuan menyakitkan, baik dari para temannya maupun gurunya. Sehingga puncaknya pada suatu hari Ibnu Hajar dikeluarkan dari sekolah.
Di tengah kesedihan yang sangat mendalam, Ibnu Hajar berjalan menyusuri jalan ke arah mana yang ia sendiri kurang tahu. Dalam suasana galau itu Asqalani mendapatkan pelajaran dari Tuhan yang dititipkan pada alam. Ketika Asqalani sedang berjalan meninggalkan sekolahan sambil menyusun tepian jalan, ia terpaksa harus berteduh karena hari sedang hujan. Ketika berteduh tersebutlah sang imam memperhatikan air hujan yang terus menurus menetes ke atas sebuah batu.
Ia perhatikan dengan saksama ternyata tetesan air yang sekali-sekali itu akhirnya bisa membuat permukaan batu itu menjadi cekung tergerus. Permukaan batu yang sebelumnya datar sedikit menonjol, lama-kelamaan pun akhirnya berlubang. Padahal hanya kerena tetesan air.
Karena apa yang ia saksikan tersebut, Ibnu Hajar berkata kepada dirinya sendiri, “Mahasuci Allah, batu yang begitu kerasnya pun bisa berlubang karena tertetesi air secara terus menerus. Apalagi otak manusia yang tidak sekeras batu, pasti kalau dimasuki ilmu secara terus menerus ia pasti akan berubah menjadi pandai dan banyak ilmu.” Kata hatinya itu berkali-kali ia ucapkan dengan lisan. Sehingga seolah-olah kalimat tersebut merasuk dalam dirinya dan mempompakan kekuatan.
Ibnu Hajar pun segera balik kembali ke Sekolahannya yang beberapa waktu lalu ia pernah dikeluarkan. Ia dengan langkah tanpa ragu menemui gurunya dan meyakinkan dengan niatnya untuk sunguh-sungguh menuntut ilmu kembali. Sang guru tak mudah percaya dan Ibnu Hajar pun tak putus asa meyakinkannya. Sampai akhirnya ia menjelaskan peristiwa yang baru dilihatnya itu kepada gurunya.
Singkatnya cerita, si guru berkenan untuk menerimanya kembali sebagai murid dengan sejumlah catatan. Dengan semangat baru yang ia miliki, Al-Asqalani belajar terus dengan sabar dan kemauan yang kuat. Terus belajar dan belajar terus sampai akhirnya sang guru dan para temannya dibuat kagum dengan prestasinya yang luar biasa. Di mana akhirnya ia menjadi anak yang pintar dan paling menonjol di antara teman-teman lainnya. Pada kemudian hari, akhirnya sejarah mencatat, berkat kemauan belajarnya yang membaja ia berhasil menjadi seorang ulama besar yang amat disegani pada zamannya.
Ibnu Hajar yang bermakna “anak batu”, merupakan gelar legendaris penuh kenangan yang diperolehnya karena kejadian yang penuh inspirasi tersebut. Sekarang ia telah dikenal banyak orang sebagai seorang imam dan ulama Ahlussunnah yang mengulas Shahih al-Bukhâri dengan Kitab Fath al-Bâri-nya.