Kisah pilu dialami seorang ibu bernama Masyithah, seorang pelayan putri Fir’aun. Ia seorang ibu yang berani dan sanggup menerima apa pun yang terjadi demi mempertahankan keyakinannya pada agama Allah Swt. Ia selalu mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari keluarga Fir’aun, khususnya dari purtri Fir’aun dan yang paling kejam dari Fir’aun itu sendiri.
Pada suatu hari, Masyithah menyisir rambut putri Fir’aun. Sisirnya jatuh dari tangannya, lalu mengambilnya dengan mengucap, “ Bismillah”. Putri Fir’aun kaget dan berkata kepadanya, “ kenapa tidak atas nama ayahku.”
Masyithah menolak, “Tidak, Tuhanku dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.”
Kemudian sang putri menceritakan peristiwa tersebut kepada ayahnya. Fir’aun memanggil Masyithah dan bertanya, “Wahai Masyitah, apakah kau punya Tuhan selain aku”. Ia menjawab, “Ya, Tuhan aku dan Tuhan kamu, yaitu Allah.”
Fir’aun marah besar. Ia memerintahkan anak buahnya untuk dibuatkan tungku besar yang diisi minyak panas. Ke dalam tungku itulah, Fir’aun hendak melemparkan Masyithah dan anak-anaknya. Namun, Masyithah dan anak-anaknya tidak menyerah. Masyithah meminta satu hal kepada Fir’aun.
“Aku minta tulangku dan tulang anak-anakku di bungkus menyatu dengan kain kafan,” Fir’aun menuruti permintaannya.
Kedua anaknya menjerit kesakitan ketika terpanggang di tungku minyak yang sangat panas membara itu, Masyithah menyaksikan dengan kedua matanya sendiri. Ia hanya bisa terdiam. Hatinya bergetar. Namun, ia yakin ini semua terjadi karena atas kehendak-Nya. Ia pun percaya, anak-anaknya rela berkorban demi memperhatankan keimanannya kepada Allah Swt Semata. Tidak lama kemudian, Masyithah pun dimasukkan ke dalam tungku panas tersebut.
Masyithah dan kedua anaknya memang terpisah didunia, tetapi mereka menyatu dalam cinta. Cinta yang bersemayam dalam hati mereka adalah gejolak iman yang mampu melahirkan sebuah pengorbanan yang sempurna. Kehidupan dunia tidak mampu mengalihkan mereka dari cita-cita meraih keridhaan Allah Sang Pencipta. Inilah hakikat iman yang sebenar-benarnya, iman yang baik akan mampu mengalahkan dunia dan segala isinya.
Fir’aun ingin menghancurkan keimanan Masyithah namun hal itu tidak mudah terjadi karena keimanan Masyithah sudah mendarah daging, meskipun ia harus mengorbankan nyawa kedua anaknya, bahkan nyawanya sendiri.
Tidak diragukan lagi, siapa yang pernah merasakan pahitnya kezaliman, meskipun sesaat; mencicipi sakitnya siksaan, meskipun sebentar dalam rangka mempertahankan keimanan, maka dia akan merasakan manis dan indahnya iman, serta 'menyaksikan' betapa Allah begitu dekat bersamanya.
Masyithah merasakan beragam kezaliman dan penyiksaan, semua ketidaknyamanan itu dihadapinya dengan tegar, sampai akhirnya ia bertemu dengan Allah SWT dengan ridha dan diridhai.
Iman adalah senjata yang sangat ampuh karena iman adalah kekuatan yang bersumber dari ma’iyatullah (kebersamaan dengan Allah Swt dan lindungan-Nya). Allah Swt. Berfirman, "Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan".(QS AN-NAHL:128)