Suatu sore terlihat seorang pemuda datang ke seorang Ustadz. Raut mukanya kusut, pandangannya loyo. Baju bermerk yang ia kenakan tidak bisa menutupi kegelisahan yang ada di kening kepalanya.
”Pusing saya, Ustadz ....”
”Kenapa harus pusing ? ” tanya sang Ustadz.
”Menurut saya, saya tidak pernah berbuat yang aneh-aneh. Saya sholat seperti biasa, shalat malam juga saya amalkan. Baca Al Qur’an rutin saya amalkan. Namun.......... mengapa bisnis saya tertipu, saya tertipu rekan bisnis saya. Saya percayai ia...namun apa balasannya ? Ia bawa kabur ratusan juta rupiah uang saya ..”
”Ya...kamu tetap lakukan seperti biasanya, bahkan tingkatkan lagi...lebih dekatkan lagi sama Allah SWT...apa yang terjadi padamu saat ini..merupakan tanda-tanda KAMU SEDANG DISAYANG ALLAH ” jawab sang Ustadz.
Mendengar jawaban sang Ustadz, pemuda itupun tambah bengong dan bingung. Logika berfikirnya tidak masuk, namun untuk menanyakan lebih lanjut iapun tidak berani. Dengan kegelisahan yang masih menggelayut di kepalanya iapun pamitan pulang.
Sesampai di rumah, ia pandangi dirinya sendiri di depan cermin, iapun berkata dalam hati...”menyedihkan....”
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kalau dulu sisa uang masih bisa ia pergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, lambat laun semakin menipis, hingga pada suatu hari iapun terpaksa memecah celengan, tempat ia kumpulkan koin lima ratus dan seratus rupiahan.
Dengan tersayat – sayat hatinya iapun terpaksa memecah celengan itu, padahal semula celengan itu hanya sebagai tempat penyimpanan uang recehan yang menurutnya pada saat itu, tidak ada manfaatnya selain sebagai pemberian kepada ”polisi cepe” saat melintas di jalan.
Tahun berganti tahun ia lalui, hari – harinya dalam kesulitan ia selalu terngiang-ngiang kata – kata sang Ustadz, ” ...lebih dekatkan lagi sama Allah SWT...apa yang terjadi padamu saat ini..merupakan tanda-tanda kamu lagi disayang Allah SWT”,
iapun terus mengevaluasi diri tentang kekurangan ibadahnya kepada Allah, tidak hanya ibadah lahiriah namun lebih ke aspek batiniah, ia sedikit – demi sedikit diperbaiki. Tanpa terasa lambat laun keadaan ekonominya berubah. Uang yang dulu raib tertipu rekan bisnisnya, telah kembali berlipat – lipat karena kegigihan dan kemajuan usahanya.
Suatu saat iapun bersilaturahim kepada Ustadz yang dulu ia temui. Setelah berbincang sejenak, si pemuda itupun berkata kepada Ustadz.
"Alhamdulillah Ustadz, dari pengalaman saya tertipu rekan bisnis saya yang dulu saya bisa belajar tentang arti sebuah SYUKUR Ustadz...."
"O...begitu, alhamdulillah..." jawab Ustadz.
"Coba kalau saya tidak tertipu, saya tidak bisa merasakan arti sejumlah uang recehan yang dulu saya remehkan...pak Ustadz. Saat dalam kekurangan...uang recehan itu ternyata begitu berarti...., saya bisa merasakan betapa sesuatu yang sangat remeh menurut anggapan kita...ternyata begitu berharga sekali...dan saya yakin, masih banyak rekan–rekan saya yang bernasib dibawah saya.”
"Alhamdulillah...berarti kamu sudah bisa merasakan arti syukur....terus, kamu kesini kok pakai mobil butut...padahal duit kamu kan sudah banyak...jangan–jangan kamu malah ngga bersyukur", tanya Ustadz dengan senyuman.
”Bukan begitu pak Ustadz, insya Allah saya bisa beli mobil yang jauh lebih mewah....tapi saya takut pak Ustadz.... saya selalu berdo'a, "Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, tetapi jangan Engkau menjadikannya dalam hati kami....", makanya saya berusaha lebih sederhana pak Ustadz.."
Mendengar jawaban pemuda, Ustadzpun tersenyum agak lebar, kemudian berkata, ”alhamdulillah...semoga banyak pemuda yang berprinsip sama seperti kamu.....namun, kamu juga harus hati – hati, tanyakan dalam hatimu....sikapmu itu...karena tulus, atau karena ”ingin dianggap sederhana.....ingin dianggap zuhud (gak terpikat duniawi)....”
Ketika mendengar uraian sang Ustadz yang terakhir, ”...ingin dianggap sederhana.....ingin dianggap zuhud....”, hati pemuda itupun bergetar...., iapun lantas menunduk, lantas berkata, ”ya...pak Ustadz...saya kayaknya masih harus belajar ....”.
Ada yang bisa menambahkan HIKMAH?
Sukses tidak ada hubungan dengan menjadi kaya raya, Sukses itu tidak serumit/serahasia seperti kata para pakar,
SUKSES adalah KITA! Karena kesuksesan terbesar ADA pada DIRI KITA SENDIRI.
Bagaimana Kita tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi 1 ovum, itulah sukses pertama Kita!
Bagaimana Kita bisa lahir dengan anggota tubuh sempurna tanpa cacat, itulah kesuksesan Kita kedua...
Ketika Kita ke sekolah bahkan bisa menikmati studi sarjana, di saat tiap menit ada 10 siswa drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah sukses Kita ketiga....
Ketika Kita mempunyai pekerjaan, di saat 46 juta orang menjadi pengangguran, itulah sukses Kita keempat....
Ketika Kita masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada 3 juta orang mati kelaparan setiap bulannya, itulah kesuksesan Kita yang kelima...
Sukses terjadi setiap hari, namun Kita tidak pernah menyadarinya. ..
Sukses selalu dibiaskan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa terus2an jadi best seller dengan membuat sukses menjadi hal yg rumit dan sukar didapatkan.
Sukses tidak melulu soal harta, rumah mewah, mobil sport, jam Rolex, pensiun muda, menjadi pengusaha, punya kolam renang/helikopter, punya istri cantik seperti Donald Trump & resort mewah di Karibia...
Sukses sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat Allah SWT, sukses yang sejati adalah MENJALANI HIDUP SESUAI DENGAN SKENARIO ALLAH SWT (AL-QURAN)
Sukses sejati adalah hidup benar di jalan Allah, hidup baik, tidak menipu, saleh & selalu rendah hati.
Sukses itu tidak lagi menginginkan kekayaan ketimbang kemiskinan, tidak lagi menginginkan kesembuhan ketimbang sakit, sukses sejati adalah bisa menerima sepenuhnya kelebihan, keberadaan dan kekurangan Kita apa adanya dengan penuh syukur.
Pernahkah Kita menyadari?
Kita sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang. Uang hanyalah alat tukar, Kita sebenarnya membeli sesuatu dari waktu Kita.
Ya, Kita mungkin harus kerja siang malam utk bayar KPR selama 15 tahun atau beli mobil/motor kredit selama 3 tahun. Itu semua sebenarnya Kita dapatkan dari membarter waktu Kita, Kita menjual waktu Kita dari pagi hingga malam kepada penawar tertinggi untuk mendapatkan uang supaya bisa beli makanan, pulsa telepon dll.
Aset terbesar Kita bukanlah rumah/mobil Kita, tapi diri Kita sendiri, Itu sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat dari orang bodoh.
Semakin berharga diri Kita, semakin mahal orang mau membeli waktu Kita.
Itu sebabnya kenapa harga 2 jam-nya Kiyosaki bicara ngalor ngidul di seminar bisa dibayar 200 juta atau harga 2 jam seminar Pak Tung Desem Waringin bisa mencapai 100 juta!!!
Itu sebabnya kenapa Nike berani membayar Tiger Woods & Michael Jordan sebesar 200 juta dollar, hanya untuk memakai produk Nike. Suatu produk bermerk menjadi mahal/berharga bukan karena merk-nya, tapi karena produk tsb dipakai oleh siapa.
Itu sebabnya bola basket bekas dipakai Michael Jordan diperebutkan, bisa terjual 80 juta dollar, sedangkan bola basket bekas dengan merk sama, bila kita jual harganya justru malah turun.
Beginilah hidup di Dunia yang sejenak ini, kita seperti mengejar fatamorgana, bila dilihat dari jauh, mungkin kita melihat air/emas di kejauhan, namun ketika kita kejar dangan segenap tenaga kita dan akhirnya kita sampai, yang kita lihat yah cuman pantulan sinar matahari/corn flakes saja.
Kita juga sudah sadar semuanya tentang hidup ini namun kadang kita masih lebih suka mengejar fatamorgana tsb ketimbang menghabiskan waktu Kita yg sangat berharga bersama dengan orangtua yg begitu mencintai Kita, bersama anak-anak kita yang lucu-lucu dan manis-manis , memeluk hangat suami/istri Kita lalu mengatakan " I love you " , subhaanallah betapa indah hidup ini.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)