Anak yang rewel dan sedikit nakal adalah ujian, istri yang cerewet dan suka menuntut juga ujian, suami yang galak dan pelit itupun ujian, orang tua yang tidak perhatian ujian juga, pendapatan yang pas-pasan, utang yang semakin menggunung yang tidak terbayangkan kapan bisa membayar, berbagai penyakit yang terus menyerang,wajah yang kurang tampan, bentuk tubuh yang kurang seksi atau sedikit cacat, pendidikan yang kurang cukup, semuanya itu adalah ujian.
Bahkan juga kekayaan melimpah, istri cantik dan seksi, rumah megah, mobil mewah, aset yang semakin mengembang adalah ujian, bukan itu saja bahkan WAKTU dan KESEMPATAN yang masih ada saat adalah ujian juga. Ketika waktu sholat tiba adalah ujian, ketika Jam Kerja harus dilalui juga ujian, bahkan waktu libur atau istirahat pun ujian.
Nah uniknya Allah tidak menilai hasil ujian kita saat itu, tetapi PROSES menghadapi ujian itulah yang menjadi poin-poin untuk menentukan hasil akhir ujian. Lalu apa indikator kelulusan ujian-ujian tersebut? yaitu terucapnya kalimat Tauhid LAA ILAAHA ILLALLAH di hembusan nafas terakhir kita. Lho kok mudah! kan kita bisa latih zikir itu setiap habis sholat atau waktu2 tertentu, ya gak segampang itu! sebab kalimat tersebut menuntut pembuktian bukan sekedar ucapan, Apakah ketika ujian itu datang kita benar-benar menjadikan Allah SWT sandaran satu-satunya atau masih ada yang lain?
Jadi LELAHnya kita dalam BERPROSES dalam ujian itulah yang mengugurkan dosa-dosa kita dan mensucikan jiwa kita.
“Tidaklah ada sesuatu yang menimpa seorang muslim (baik sesuatu itu berupa) kelelahan, penyakit, kegundahan, kesedihan, atau sesuatu yang menyakitkannya sampai duri yang menimpanya kecuali Allah menggugurkan sebagian dosa-dosanya karena mushibah tersebut.” HR. Bukhari dan Muslim
“Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : tidaklah seorang muslim tertimpa sesuatu yang menyakitkannya kecuali Allah menggugurkan dosa-dosanya, sebagaimana gugurnya (berjatuhannya) daun-daun pepohonan." HR. Bukhari dan Muslim.
Sebut saja namanya Pak Sobur, Adalah seorang yang rajin sholat malam dan bermunajat, berkhalwat dengan Al-Kholiq. Setiap malam dari kedua matanya yang memerah karena menangis, mengalir air yang membasahi janggutnya, beliau berbisik-bisik lirih memohon beberapa permintaan dan pengharapan.
Dari waktu ke waktu, tahun ke tahun, hingga putih rambutnya tak kunjung jua permintaan beliau dikabulkan oleh Allah. Permintaannya (diantaranya) adalah agar segera diangkat kemiskinan yang menjadi selimut kehidupannya selama ini, keluarganya sering sakit-sakitan, setiap hari ia keluar untuk berusaha memperoleh rizki Allah tapi tidak tampaklah dilapangkan rizqi itu untuknya.
Padahal dahulu, ketika masih menjadi pegawai Bea Cukai. UANG ,KEMEWAHAN, DAN KESENANGAN melimpah dalam hidupnya. Hingga suatu saat ia mendengarkan ceramah yang menjelaskan bahwa penyelewengan yang sering ia lakukan selama ini adalah Haram dan tidak membawa keberkahan, kelak penyelewengan ini akan berhadapan dengan hukum Allah yang tidak bisa dibantah lagi di akhirat. Bergetar hatinya, masuk hidayah Allah atasnya.
Sejak itu tidak pernah lagi ia melakukan perbuatan tersebut, semakin rajin ia melakukan sholatul Lail mengadukan nasibnya hanya kepada Allah, agar diberikan harta yang halal dan rizqi yang lapang dalam menghidupi hidup ini.
Namun berangsur-angsur PENGHASILANNYA SEMAKIN MENURUN, BELIAU SEKELUARGA SERING SAKIT DAN MENJADIKAN BADANNYA YANG SEHAT MENJADI KURUS, ANAK SATU-SATUNYA MENINGGAL SETELAH MENJALANI PERAWATAN SELAMA BEBERAPA MINGGU DIRUMAH SAKIT.
Sampai saat itu ia masih bersabar, tak pernah terucap dari mulutnya kata-kata keluhan dan makian atas apa yang menimpa hidupnya. Malahan menjadikannya semakin sering dan khusyu ia mendekatkan diri kepada Allah. Dan malang yang tidak kunjung padam terhadapnya, korupsi yang dahulu ia lakukan bertahun silam terungkap, maka ia dan beberapa orang rekannya terkena pemecatan dengan tidak hormat. Subhanallah, semakin berat rasanya hidup ini baginya. Tambah satu kalimat panjang di malam harinya ia mengadu kehadapan Rabbnya,menangis dan perih rasa batinnya.
Setiap dalam sedihnya ia berdoa, selalu ada bisikan lirih di hatinya, "Apa yang engkau harapkan itu dekat sekali, bila engkau bertaqwa!" Setiap mendengar bisikan itu, timbul semangatnya. Kini setelah ia dipecat, ia berdagang. Baginya dagang yang tidak pernah untung, hutang yang semakin bertumpuk, musibah yang seakan tidak berujung.. ahhhhh.
Setelah puluhan tahun kedepan sejak ia dekat dengan Allah setiap malamnya,tidak juga merobah hidupnya. Sejak puluhan tahun ia mendengar bisikan diatas, tidak juga tampak yang dijanjikanNya. Mulailah timbul pemikiran yang tidak baik dari syaithon. Hingga beliau berkesimpulan, tampaknya Allah tidak ridho terhadap doanya selama ini.Maka pada malam harinya, ia berdoa kepada Allah : "WAHAI ALLAH YANG MENCIPTAKAN MALAM DAN SIANG, YANG DENGAN MUDAH MENCIPTAKAN DIRIKU DENGAN SEMPURNA INI. KARENA ENGKAU TIDAK MENGABULKAN PERMINTAANKU HINGGA SAAT INI, MULAI BESOK AKU TIDAK AKAN MEMINTA DAN SHOLAT LAGI KEPADAMU, AKU AKAN LEBIH RAJIN BERUSAHA AGAR TIDAKLAH HARUS BERALASAN BAHWA SEMUA TERGANTUNG DARI-MU. MAAFKAN AKU SELAMA INI, AMPUNI AKU SELAMA INI MENGANGGAP BAHWA DIRIKU SUDAH DEKAT DENGAN-MU!"
Beliau tutup doa dengan perasaan berat yang semakin dalam dari awal ia berniat seperti itu ('mengkhatamkan' ibadah sholat lailnya). Beliau berbaring dengan pemikiran menerawang hingga ia tak mengetahui kapan ia tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi, mimpi yang membuatnya semakin merasa bersalah. Seakan ia melihat suatu Padang luas bermandikan cahaya yang menakjubkan, dan puluhan ribu, atau mungkin jutaan makhluq cahaya duduk diatas betisnya sendiri dengan kepala tertunduk takut. Ketika beliau mencoba mengangkat wajahnya untuk melihat kepada siapa mereka bersimpuh, kepalanya dan matanya tidak mampu memandang dengan menengadah.
Beliau hanya dapat melihat para makhluq yang duduk dihadapan Sesuatu Yang Dahsyat. Terdengar olehnya suara pertanyaan, "BAGAIMANA HAMBAKU SI SOBUR, HAI MALAIKATKU?" nama yang tidak dikenalnya. Seorang berdiri dengan tubuh gemetar karena takut, dan bersuara dengan lirih, "Subhanaka yaa Maalikul Quddus, Engkau lebih tahu keadaan hambaMu itu. Dia mengatakan demikian : "Wahai Allah yang menciptakan malam dan siang, yang dengan mudah menciptakan diriku yang sempurna ini. Karena Engkau tidak mengabulkan permintaanku hingga saat ini, mulai besok aku tidak akan meminta dan sholat lagi kepadaMu, aku akan lebih rajin berusaha agar tidaklah terus beralasan bahwa semua tergantung dari-Mu. Maafkan aku selama ini, ampuni aku selama ini menganggap bahwa diriku sudah dekat dengan-Mu!"
Ampuni dia yaa Al 'Aziiz, yaa Al Ghofuurur Rohiim!"
Tersentak beliau, itu adalah... kata-kataku semalam ... celaka, pikirnya.
Kemudian terdengar suara lagi : "Sayang sekali, padahal Aku sangat menyukainya, sangat mencintainya, dan Aku paling suka melihat wajahnya yang terpendam menangis, bersimpuh dengan menengadahkan tangannya yang gemetar kepadaKu, dengan bisikan-bisikan permohonannya kepadaKu, dengan pemintaan-permintaannya kepadaKu, sehingga tak ingin cepat-cepat Kukabulkan apa yang hendak Aku berikan kepadanya agar lebih lama dan sering Aku memandang wajahnya, Aku percepat cintaKu padanya dengan Aku bersihkan ia dari daging-daging haram badannya dengan sakit yang ringan. Aku sangat menyukai keikhlasan hatinya disaat Aku ambil putranya, disaat Kuberi ia cobaan tak pernah Ku dengar keluhan kesal dan menyesal di mulutnya. Aku rindu kepadanya... rindukah ia kepadaKu, hai malaikat-malaikatKu?"
Suasana hening, tak ada jawaban. Menyesallah beliau atas pernyataannya semalam, ingin ia berteriak untuk menjawab dan minta ampun tapi suara tak terdengar, bising dalam hatinya karenanya. "Ini aku Yaa Robbi, ini aku. Ampuni aku yaa Robbi, maafkan kata-kataku!" semakin takut rasanya ketika tidak tampak mereka mendengar, mengalirlah air matanya terasa hangat di pipinya. Astaghfirullah!! Terbangun ia, mimpii...
Segeralah ia berwudhu, dan kembali bersujud dengan bertambah khusyu', kembali ia sholat dengan bertambah panjang dari biasanya, kembali ia bermunajat dan berbisik-bisik dengan Al-Kholiq dan berjanji tak akan lagi ia ulangi sikapnya malam tadi selama-lamanya."...Ya Allah, Yaa Robbi jangan engkau ungkit-ungkit kebodohanku yang lalu, ini aku hambaMu yang tidak pintar berkata manis, datang dengan berlumuran dosa dan segunung masalah dan harapan, apapun dariMu asal Engkau tidak membenciku aku rela...Ya Allah, aku rindu padaMu..."
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan),
(setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)”
[HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99]